.comment-link {margin-left:.6em;}
Monday, July 31
A self-addressed question
.....Am I playing with fire?......
 
posted by FLaW at 9:06 PM | Permalink | 5 comments
Wednesday, July 26
Please....Stop It!!
I am sitting in my kitchen eating a falafel, hearing the rockets whizzing overhead. Out in the blue sea I can see the Israeli warships block our port. My six children are terrified, and they are not able to go to school. We are all brothers and sisters in this world. May this war end soon.
Mohammed Abu Sheikh, Beirut, Lebanon

Standing in front of this 8-year-old boy lying in a hospital bed, the "conflict in the Middle East" and the "cost of war" seem endless and suffocating. His pain cannot possibly be imagined as he shakes uncontrollably in and out of shock. He has blood coming from his eyes. His name is Mahmood Monsoor and he is horribly burned. In the hospital bed next to him is his 8-month-old sister, Maria -- also burned. Screaming at the top of her lungs is the children's mother, Nuhader Monsoor. She is standing over her baby, looking at her son -- and probably thinking of her dead husband. The smell of burned flesh is overwhelming.
Cal Perry, CNN, Lebanon. Quoted from Four Children and the Cost of War.

I live in Haifa, the north sea port of Israel. Today, I lost a good friend, who was killed by the rocket that hit the city. Today, at 9 a.m. the sirens went off, and all of us, scared, went to find shelter. Then, we heard the noise of the rocket hitting its target, not knowing the location and the outcome. I tried to call my friend, who works in the Israeli railway workshop, with no answer. At that moment I felt that something happened to him. I tried a few more times to contact him and his family. I felt anxious and did not know what to do. Then, I got the call from another friend of ours. His voice was crying ... our friend was killed today, among the eight people killed in Haifa. May God bless him. He was so honest, so nice, so young! God, stop this bloodshed!
Nir, Haifa, Israel

I am an American Lebanese who lives in Lebanon; my husband lives in the States. We have three children who live with me in Lebanon... Now I'm here in Florida on vacation with my husband. I was supposed to go back to Lebanon at the end of July, but now I cannot. That is not the problem, the problem is that my three children who are only a 6-year-old girl (Millennia), a 5-year-old girl (Aya), and a 4-year-old boy (Jacob) are stranded alone in Lebanon. I and their dad are stuck here, no way to get there to bring them to the U.S.
Carolina Kmaid, Daytona Beach, Florida

I live in Tiberias, but I am now in Jerusalem. I, my husband and nine children live in the block of flats immediately opposite the building which was hit in Saturday's rocket attack. We were all having lunch at the time. All the windows blew in. Some of the children cut their feet and arms on the glass. Our flat is on the third floor of the seven-storey building. We left the building and couldn't go back in because of the damage. We took a very big taxi for Jerusalem soon afterwards. We're now staying with some relatives. We left without food, clothes or money. It will be about a week before we go back I think. It was an enormous shock. We never expected anything like that. Everyone is very nervous and dazed. We are in shock, listless.
Aliza Cohen, Tiberias, Israel.

I woke up yesterday to the horrible sounds of nonstop missiles falling meters from my home in Kiriat Haim, a small town near Haifa. I'm a student; we were supposed to have final exams these coming weeks. All were cancelled since a missile hit the ORT Braude College on the northern city of Karmiel.
Gili, Israel

I'm 33 years old, living in a town 50 km south of Haifa. Right now my wife's sister and her family have fled the north and came to live with us. We too are in the range of Hezbollah missiles, and we have nowhere to run. ... I wish the world would stop choosing sides by religion. I don't care if he is a Muslim and I am a Jew, I care about my year-old son, and I'm sure a Lebanese man is worried about his. ... I wish I could just stand in front of a TV camera and yell "STOP."
Nimrod Ganzarski, Pardes Hana, Israel

We went down to the port of Beirut this morning to board our escape vessel as told to do. We were there at 8 a.m. ... People were lined up in the sun and some people started fainting. As 11 a.m. approached people started getting panicky and crowded the gate even more. ... Desperate tourists started to climb the gate fence (which by now had been shut on us); they were pushed back. People were putting their luggage over the fence like a mosh-pit. At one stage we heard a child screaming, then we see the child being lifted up over the gate to the other side by the arms. People then started screaming at the organizers (it was all in Arabic so I couldn't understand). The organizers told everyone at about 12:15 p.m. to go home because the boat wasn't leaving ... Shaken and teary, we headed back the safety of our host's home.... This sounds like a scary movie. I just wish I was watching it, not living it.
Jay Konduros, Beirut, Lebanon

And many more stories at www.cnn.com and http://news.bbc.co.uk/

We could only get a glimpse on how it must be like being trapped in a war. Unless having experienced it ourselves, I think it would not be wise to say that we understand what these people are going through. I certainly don’t, and I could only pray for them.

People make war. BUT, it’s always people in power who make war, and never ordinary people. Most people in this world would love it to live side by side peacefully amidst all their differences.

The world wants peace. So, please…. pretty please…..STOP IT!!
 
posted by FLaW at 4:23 PM | Permalink | 2 comments
Thursday, July 20
Tragedi itu......
Lu lagi dimana? Nggak lagi di Pangandaran kan?
Bunyi sms yang saya terima dari seorang teman pada Senin sore.

Vit, katanya di Pangandaran ada tsunami. Mbak Ity nggak lagi di Pangandaran, kan?
Bunyi sms yang diterima adik saya dari seorang sahabatnya pada Senin sore.

Untung lu ada disini. Minimal kan kita tau lu baik2 aja.
Kata seorang teman kantor pada Senin sore

I can't believe another area of the country was hit by another disaster. I hope that you weren't vacationing to Pengendaran this time, or there on business.
Seorang sahabat berkata dalam email-nya.

I am sorry to hear about the earthquake. I hope everything is okay with you and your family. I also hope you were not anywhere near the hit area, like you were the last time.
Teman lain bertutur dalam emailnya.

Lu nggak lagi di Selat Sunda, kan?
Tanya seorang teman lain melalui telfon pada Rabu malam.

Pertanyaan dan pernyataan diatas saya terima menyusul terjadinya gempa di daerah Pangandaran, yang kemudian diikuti oleh tsunami hari Senin kemarin, serta gempa yang terjadi di daerah Jakarta dan sekitarnya yang berpusat di Selat Sunda pada hari Rabu kemarin.

Mengingat saya sangat jarang pergi ke Pangandaran (kalau tidak salah seumur hidup baru sekali saya kesana), tadinya saya menganggap pertanyaan dan pernyataan di atas agak aneh, bahkan agak membuat saya geli. Namun setelah saya renungkan sebentar, ternyata pertanyaan dan pernyataan diatas memang pantas diajukan ke saya. Teman-teman saya punya alasan sendiri untuk menanyakan apa yang mereka tanyakan kepada saya, mengingat 'sejarah keterlibatan' saya dalam beberapa kejadian.

Saat bom kuningan meledak di depan Australian Embassy pada September 2004, saya baru mulai berkantor di sebuah gedung yang persis terletak di depan embassy tersebut. Saya yang sedang asyik menekuni komputer di meja saya terlempar dari kursi ke seberang ruangan ketika bom meledak. Beruntung saya terlempar, karena meskipun badan saya kemudian lebam-lebam dan lecet-lecet sedikit, at least saya tidak terluka kena pecahan kaca sehingga berdarah-darah. It could have been a lot worse karena ternyata pasca ledakan, meja dan kursi saya penuh dengan pecahan kaca, dan laptop saya kehilangan sebagian tuts keyboard plus menderita beberapa scratch di bagian layarnya. Saat berusaha keluar gedung melalui tangga darurat, saya juga sempat tergencet arus orang yang semuanya berusaha menyelamatkan diri pada saat yang bersamaan. Saya sempat berfikir mungkin inilah akhir hidup saya. Namun ternyata saya salah. Alhamdulillah.

Karena baru mulai bekerja, belum banyak teman dan saudara yang tahu saya berkantor di gedung tersebut, sehingga banyak kenalan saya terkejut ketika mengetahui bahwa saya berada di sekitar daerah dimana bom meledak.

Maret 2006, dalam perjalanan menuju Aceh, pesawat yang saya naiki dari Jakarta mengalami gangguan teknis, sehingga harus mendarat darurat di Palembang. Meskipun pendaratan yang terjadi terhitung mulus (tetap kaget juga sih, saat mendarat melihat keluar jendela pesawat, di runway ternyata ambulans dan mobil pemadam kebakaran sudah disiapkan), dan gangguan teknis ternyata bisa diatasi sehingga pesawat bisa terbang kembali, tetap saja namanya pendaratan darurat. Saya sempat ketar-ketir juga sebelum mendarat, dan sempat terlintas sedikit di benak saya, bahwa bisa jadi inilah akhir hidup saya. Namun saya salah lagi. Alhamdulillah.

Beberapa teman tidak mengetahui bahwa saya pergi ke Aceh, sehingga mengetahui saya berada dalam pesawat yang mendarat darurat di Palembang mengagetkan bagi mereka.

27 Mei 2006, saya sedang menikmati pagi terakhir di Yogyakarta, setelah berada di sana selama tiga hari bersama rombongan teman Jalan Bebas, ketika gempa mengguncang. Selamat dari gempa, saya dan teman-teman sempat dibuat panik oleh isu terjadinya tsunami. Lagi-lagi saya berpikir bahwa saat itu mungkin adalah akhir dari hidup saya. Sekali lagi saya salah. Alhamdulillah.

Banyak teman saya yang tidak saya kabari bahwa saya pergi trekking ke Yogya, sehingga lagi-lagi mereka kaget mengetahui saya berada di Yogya ketika gempa terjadi.

Bukan salah mereka memang kalau kemudian mereka berkomentar, "Kayaknya lu tu ada dimana-mana ya. Kalo ada kejadian apa gitu, kok lu bisa ada disitu", atau komentar lain, "Kalo kaya kucing nyawanya 9, punya lo tinggal 6 kali ya". Atau seperti ibu saya yang berkomentar, "Kamu itu sangat beruntung dan sudah seharusnya merasa sangat bersyukur. Oya, kayanya kamu harus di ruwat deh." Halah....memangnya SBY...

Yang pasti saya mengucap syukur yang tidak putus-putus kepada Allah SWT karena saya masih diberikan umur panjang dan masih diloloskan dari kejadian-kejadian diatas untuk melanjutkan hidup saya. Semoga saya termasuk orang yang bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari semua kejadian yang terjadi dalam hidup saya. Amin.

I wish to express my deepest condolence to the earthquake and tsunami victims around Pangandaran area. May Allah SWT be with us all.

(~Saya masih takut melihat mobil box di jalan, deg2an kalau naik pesawat, dengar bunyi truk gandeng, dan masih takut kalau ada benda yang bergoyang-goyang, meskipun hanya goyang sedikit. Saya juga hanya bisa menghela nafas panjang (lagi2) menanggapi komentar dan tindakan dari para pejabat kita dalam menangani bencana gempabumi dan tsunami di Pangandaran~).


 
posted by FLaW at 6:31 PM | Permalink | 2 comments
Monday, July 10
MRI


Setelah beberapa lama merasakan sakit di daerah punggung sebelah bawah, serta setelah beberapa kali insiden jatuh dan satu insiden saat main bowling yang menyebabkan sakit saat berjalan, saya dengan sangat terpaksa memeriksakan diri saya ke dokter. Dokter memastikan adanya tekanan pada syaraf-syaraf di daerah lumbar (lumayan barbar? Hee…*Garing mode on*…) dan sekitar tailbone saya, dan karena hasil rontgen biasa tidak cukup untuk mengetahui syaraf mana yang tertekan, maka dokter mengatakan saya harus menjalani MRI (Magnetic Resonance Imaging) examination. Karena saya awam sekali mengenai masalah diagnosa dokter tentang apa yang terjadi pada diri saya, apalagi masalah per-MRI-an, maka selepas berkunjung ke dokter, saya dibantu oleh beberapa teman (makasih yah, guys!) melakukan sedikit research (Hidup Google!!) mengenai HNP (nama kerennya sakit saya), MRI dan rumah sakit mana di Jakarta yang punya fasilitas ini (karena mahalnya alat MRI, maka tidak semua RS punya alat ini).

Hasil research kecil saya kemudian bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kecil yang ada di benak saya. Seperti misalnya apa sih sebenarnya perbedaan antara MRI dan CT Scan?
Ternyata perbedaan yang paling utama adalah pada metode pengambilan image. MRI, seperti namanya menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan image, sedangkan CT Scan (computed tomography) menggunakan x-rays.

Berdasarkan hasil research dan setelah bertanya ke kanan dan ke kiri (terutama ke kiri meja saya, dimana terletak ruang accounting di kantor saya, untuk menanyakan apakah biaya MRI di cover perusahaan atau tidak), akhirnya saya memutuskan untuk menjalani pemeriksaan MRI di satu rumah sakit di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Salah satu pertimbangan adalah lokasinya yang dekat dengan kantor saya. Jadilah hari Jumat kemarin, saya ditemani adik saya yang manis bertolak menuju rs tersebut.

Prosedur pemeriksaan MRI ini agak ribet juga. Perawat yang menemani saya menjelaskan tentang prosedur MRI dan menanyakan berkali-kali apakah saya mempunyai benda-benda logam dalam tubuh saya. Tadinya saya ragu apakah makan bayam juga bisa dikategorikan sebagai ‘mempunyai benda logam dalam tubuh’, karena kan bayam mengandung zat besi. Tapi ternyata yang dimaksud dengan benda logam adalah benda-benda seperti pen penyambung tulang patah, atau alat pacu jantung, atau persendian artificial, atau kawat gigi, atau tambalan gigi atau gigi palsu, atau alat bantu pendengaran atau serpihan peluru (hah?? yang ini sumpah kaget).

Ini dikarenakan MRI menggunakan medan magnet yang sangat kuat (sekitar 10.000 kali lebih kuat dari medan magnet bumi) untuk menghasilkan image, sehingga benda-benda logam dalam tubuh dapat membahayakan si pasien, dan image yang di hasilkan pun kemungkinan tidak akurat. Saya juga harus mengisi dan menandatangani beberapa lembar formulir yang menyatakan operasi-operasi apa saja yang pernah saya jalani serta (sekali lagi) bahwa dalam badan saya tidak ada logam, dan bahwa saya memahami prosedur MRI dan resiko dari pemeriksaan MRI. Agak grogi juga saya saat itu, sampai saya merasa perlu menelfon ibu saya untuk meyakinkan bahwa pen yang pernah dipasang di pergelangan tangan saya untuk menyambung tulang yang patah ketika kecil sudah diangkat. Saya jadi mikir gimana kalau Logan ‘wolverine’ harus di MRI yah?

Setelah proses administrasi yang lumayan ribet itu, saya diminta untuk melepaskan dan menyerahkan benda-benda logam, kali ini yang tidak berada dalam tubuh saya, seperti kacamata, jepit rambut, cincin, jam tangan, tindikan termasuk anting-anting (kalau ini sudah tentu ga punya, kuping saya ga’ bolong, kok..), pisau saku (hah?? buat malak perawat?), pena, dan kartu kredit (ga ngerti juga, wong like most people, saya naruh kartu kredit di dompet, bukan di tempel di jidat). Saya pun harus menggunakan baju khusus yang disediakan pihak rs (tanpa zipper tentunya!!).

Setelah mengenakan baju khusus tadi, mengikuti perawat saya berjalan menuju alat MRI. Berhadapan dengan alat itu, walah….kok rada ngeri juga ya. Tabungnya entah kenapa jadi terlihat kecil, dan saya jadi merasa agak claustrophobic. Perawat mempersilahkan saya tidur di tempat yang disediakan, kemudian membungkus saya dengan selimut dua lapis. Memang suhu ruangan cukup dingin, dan “Di dalam tabung itu nanti agak lebih dingin”, kata si perawat. “Nanti Mbak, dipan ini akan masuk ke dalam tabung itu. Proses pengambilan gambarnya agak lama ya, sekitar 30 menit. Diusahakan tidak banyak bergerak ya. Alatnya nanti agak berisik seperti ada yang mengetuk-ngetuk, tapi pokoknya santai saja, kalau bisa tidur malah lebih bagus. Ini ada headphone untuk mendengarkan musik, dan ini ada tombol kalau ada keadaan darurat”, lanjut si perawat yang langsung saya sukai karena memanggil saya ‘Mbak’. Hehe…

Setelah memasang headphone, saya segera menyadari bahwa musik yang diperdengarkan adalah musik-musik pengantar tidur, yang membuat pasien mengantuk dan rileks. Saat itu lagu yang sedang mengalun adalah salah satu lagu dari Boyzone, salah satu group musik yang selalu membuat saya mengantuk karena boring-nya musik dan penampilannya (sori ye…fans boyzone). Tapi lumayanlah, untuk tujuan membuat ngantuk, it works.

“Oke, Mbak, kita mulai yah.”, si perawat ngomong lagi. Saya mulai berdebar-debar lagi, dan ketika dipan mulai bergerak memasuki tabung, saya mencengkeram erat-erat si tombol yang menghubungkan tabung (baca: saya) dan dunia luar. Setelah beberapa saat dipan telah berada sepenuhnya dalam tabung, saya pun berusaha merileks-kan badan saya sambil berkonsentrasi pada musik yang terdengar.

Tak lama kemudian si alat mulai bekerja dan…..ternyata alat yang digambarkan si perawat sebagai ‘agak berisik’ itu benar-benar keterlaluan berisiknya. Suara ‘mengetuk-ngetuk’ yang dijabarkan dalam penjelasan di awal lebih tepat digambarkan sebagai suara ‘menggedor-gedor’, bahkan mungkin 'menggedor-gedor-pintu-besi-menggunakan-kursi-besi-untuk-bisa-keluar-dari-ruangan-yang-terkunci' bisa jadi merupakan penjelasan yang paling masuk akal untuk menggambarkan suara yang dihasilkan si alat ini. Suara ini berganti-ganti dengan suara melengking seperti sirene atau klakson kapal (kapal punya klakson ga sih?) yang sedang buang sauh. Lebih parah lagi, suara itu menenggelamkan dengan sukses usaha Boyzone yang sedang penuh semangat bernyanyi untuk saya. Yaelah…gimana bisa tidur, Mbak perawat? Suara-suara ini ditemani oleh beberapa getaran-getaran kecil di daerah punggung saya, yang saya asumsikan sebagai tanda bahwa alat ini sedang bekerja dengan baik. Kadang suara-suara tersebut akan hilang selama beberapa detik, namun kemudian akan muncul lagi. Kesunyian beberapa detik yang kadang-kadang terjadi itu cukup bagi saya untuk menangkap bahwa selama 30 menit itu, Boyzone ternyata diselingi oleh Celine Dion, The Corrs, dan Janet Jackson.

Karena tidak bisa tidur dan tidak bisa ngapa-ngapain, jadilah pikiran saya berkelana tak tentu arah selama 30 menit dalam tabung MRI. Memang benar kata orang (heh? kata siapa?), berada dalam tabung MRI adalah tempat yang cocok untuk berfikir.

  1. Hmm….tabung ini kecil banget, jadi agak sesak nafas….merem aja deh…
  2. Aduh…gimana ya kalau ada gempa? Pasti perawatnya lari semua….terus gimana dong saya ditinggal dalam tabung ini sendirian. Wah…gimana dong.. panik…panik…..mana tadi tombolnya?
  3. Tenang….tenang…..tabung ini kan kokoh banget. Kalau ada gempa dan bangunannya ambruk, justru berada dalam tabung ini saya bisa selamat. Pfewh…agak lega…..
  4. Si Ndul adik saya lagi ngapain di luar ya?
  5. Pingin makan duren
  6. Hmm….si A,B,C, dan D lagi ngapain ya sekarang?
  7. Hah? My heart will go on – versi Remix? Sumpah…nggak banget…..Ga suka lagu-lagu yang dimodel-model kayak gini.
  8. Mudah-mudahan beneran biaya MRI ditanggung kantor. Amiin..
  9. Pingin makan duren
  10. Huh..sebel sama si E, mo jalan-jalan ke Hongkong segala. Enak bener dia…hehe..
  11. Oya, minta tolong si B bikin brosur seminar
  12. Pingin makan duren
  13. Kalau ada gempa gimana ya? Takut ih…aduh…aduh….tombol…tombol…..
  14. Kan tadi udah dipikirin, kalo di dalam tabung kemungkinan lebih aman..Tenang dong..
  15. Oh iya, lupa..
  16. Kenapa tiba-tiba pingin makan duren gini ya? Oya, kayanya gara-gara si E bilang kalo dia sarapan duren. Sarapan kok duren...
  17. Pingin makan duren
  18. Kangen sama F, apa kabar ya ibu itu?
  19. Gimana sih Rachel sama Ross yang di Friends, udah punya anak juga, tapi masih ga jadian juga?
  20. Ngapain dipikirin ih? Penting banget gitu? Lagian kan di season finale mereka bakal jadian juga akhirnya.
  21. Iya juga ya….
  22. Hmm..si A kupingnya gimana ya, kira-kira masih 'budek' ga ya?
  23. Personil-nya Boyzone kalo ga salah ada yang gay yah?
  24. Kapan terakhir saya punya temen yang gay ya? Hmm...di Jakarta ga ada kayanya.....
  25. Pingin makan duren
  26. Saya bukan gay, tapi have no problems with the ones who are (sebenernya ini bukan termasuk yang dipikirin saat dalam tabung, tapi biar ga terjadi kesalahpahaman ajah. hehe..)

Tidak terasa, 30 menit pun berlalu, dan suara-suara bising tadi lenyap. Dipan saya meluncur keluar tabung, dan selesailah pemeriksaan MRI saya! Hore….
“Hasilnya diambil besok ya, Mbak.”, kata si perawat. “Jangan lupa barang-barangnya.”

Oke deh, jadi minggu ini jadwal saya adalah kembali mengunjungi dokter dengan membawa hasil MRI tadi (wish me luck yah, people). Dan beli duren tentunya…..hmm...slurp...slurp....yummy....


Image taken from www.fuf.org
 
posted by FLaW at 3:15 PM | Permalink | 11 comments