.comment-link {margin-left:.6em;}
Thursday, November 23
Warna
Kupandang langit angkasa yang luas
Biru, memutih
Anggun

Kuperhatikan pohon yang bergoyang tertiup angin
Hijau, menguning
Riang

Kulihat awan yang menggumpal diatas sana
Kelabu, menghitam
Nestapa

Kutatap tanah yang berbau segar selepas hujan
Coklat, memerah
Menggelora

Dan kuresapi deretan pemandangan sebentang cakrawala

Warna-warna yang membedakan
Warna-warna yang berkarakter
Warna-warna yang memberi definisi

Kemudian kulihat mata yang menatap balik dari dalam cermin
Mencoba untuk melewati, melihat lebih jauh ke dalam
Mengartikan makna di balik tatapan itu

Lalu apakah warnaku?

Biru? Hatiku, mungkin?
Putih? Segenap harapanku, mungkin?
Coklat? Abstraksi kesedihanku, mungkin?
Kuning? Wujud ketenanganku, mungkin?
Merah? Segala kemarahanku (pada dunia), mungkin?
Hitam? Penampilan luarku, mungkin?
Oranye? Bias ketakutanku, mungkin?
Ungu? Bentuk kenakalanku, mungkin?
Pink? Sedikit keanggunan yang ada padaku, mungkin?
Hijau? Sosok keceriaanku, mungkin?
Abu-abu? Ketidakpedulianku, mungkin?

Ataukah tidak semua?

Ataukah aku pribadi yang kompleks, yang baru dapat di definisikan dengan spektrum elektromagnet?

Ya, mungkin demikian, tak tahulah aku

Kalau kamu, apakah warnamu?
 
posted by FLaW at 2:40 PM | Permalink | 10 comments
Thursday, November 2
Sepenggal Jalan Yang Mendewasakan
Disclaimer: This posting is a bit long. I am in a sentimental mood and my sense of attachment is running high when writing the post. So, mind you....:)

Jalan Tol Jagorawi. Jalan tol pertama yang dibangun di Indonesia. Jalan tol yang menghubungkan kota Jakarta, Bogor dan Ciawi. Jalan yang sudah beratus-ratus kali bahkan mungkin beribu kali saya lewati. Sendiri, dengan teman, dengan teman istimewa, dengan sahabat, dengan teman istimewa yang lain, dengan keluarga, dengan teman istimewa yang lain lagi, dengan rekan kerja, dengan mantan teman-teman istimewa. Naik bis, naik mobil teman, naik mobil teman istimewa, naik mobil sendiri. Semua melewati jalan tol jagorawi.

Saya biasanya bukan orang yang sentimental, apalagi menyangkut perkara jalan. Saya pun tidak punya hubungan dengan orang PU, jasamarga ataupun kontraktor yang mungkin mempunyai kepentingan komersil terhadap kelangsungan keberadaan jalan tol jagorawi. Saya hanya seorang pengguna jalan semata. Jalan tol jagorawi pun sebenarnya tidak sesering dulu lagi saya lewati. Tetapi saya menyukai jalan tol jagorawi dan saya merasa punya keterikatan yang kuat terhadap jalan tol ini (*high-sense-of-attachment mode on*).

Saya suka kelengangan jalan tol ini yang relatif tanpa macet (walau kadang macet juga, sih). Saya suka kelurusan jalan tol ini, yang nyaris tanpa belokan-belokan tajam. Saya suka pemandangan hijau di kanan kiri jalan, yang sangat berbeda dengan pemandangan kanan kiri di jalan tol-jalan tol lain. Saya suka cuaca 'gila' yang bisa saya dapati ketika melewati jalan tol ini. Hujan sangat deras bisa tiba-tiba turun di tengah jalan, namun beberapa ratus meter ke depan, hujan tiba-tiba berhenti dan tampak jalan di depan saya yang masih kering kerontang. Saya suka jalan tol jagorawi.

Keterikatan saya dengan jalan tol jagorawi sudah dimulai sejak lama. Saya besar di Jakarta walaupun bukan penduduk asli Jakarta. Saat saya dan adik-adik masih kecil, ayah kadang mengajak kami menginap di daerah puncak saat liburan tiba, dimana tentunya kami harus menggunakan jalan tol jagorawi untuk mencapai tempat liburan. Perjalanan melewati jalan tol jagorawi ketika itu terasa sangat panjang bagi saya, dan biasanya saya selalu tertidur saat baru separuh jalan terlewati. Menginjak bangku SMA, saya semakin sering melewati jalan tol jagorawi ini bersama teman-teman, untuk ‘pelesir’ ke daerah puncak. Pada masa ini, perjalanan melintasi jalan tol jagorawi pun terasa jauh lebih pendek dilalui karena biasanya saya sibuk ber-haha-hihi dengan teman-teman atau sibuk menjaga image kalau pergi dengan teman istimewa. Pada hari kelulusan SMA pun, saya dan teman-teman dengan baju seragam dicorat-coret berfoto di sepanjang jalan tol jagorawi dan menyambangi daerah puncak, sekedar untuk melampiaskan kegembiraan.

Selepas SMA, saya menghabiskan beberapa tahun hidup saya di kota Bogor. Jalan tol jagorawi pun menghubungkan kehidupan saya di Bogor dan di Jakarta. Bukan berarti saya punya dua kehidupan berbeda, dan bukan pula saya berkepribadian ganda. Namun kehidupan sebagai mahasiswa indekos di Bogor yang masih disupport orang tua mengharuskan saya untuk pulang ke Jakarta setiap minggunya untuk mengambil ‘jatah’. Lokasi rumah orang tua saya di daerah Jakarta Timur menjadi pertimbangan saya untuk memilih naik bis melewati jalan tol jagorawi, daripada memilih sarana transportasi umum lain seperti kereta, untuk pulang pergi Jakarta - Bogor.

Setelah lulus kuliah dan kembali tinggal di Jakarta, saya tetap rutin menggunakan jalan tol jagorawi untuk mengunjungi teman-teman saya. Ini berlangsung sampai saya harus meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan sekolah. Perjalanan melewati jalan tol jagorawi pun praktis berhenti, dan baru dilanjutkan beberapa tahun kemudian saat saya kembali dari sekolah dan tinggal lagi di Jakarta. Saya memulai lagi kunjungan-kunjungan ke sahabat-sahabat terbaik yang masih (ter)tinggal di Bogor, walaupun karena satu dan lain hal, kunjungan-kunjungan ini tidaklah sesering dulu. Saat ini, pekerjaan saya kadang menuntut saya untuk mengunjungi satu instansi pemerintah yang letaknya di daerah Cibinong, yang tentunya mewajibkan saya untuk memakai jalan tol jagorawi.

Meskipun telah lama menjadi pengguna jalan tol jagorawi, baru akhir-akhir ini saya menyadari betapa banyak kenangan saya di atas jalan ini (*sentimental mode on*). Saya pernah bermalam di salah satu rest area di jalan tol ini bersama seorang teman, karena sudah terlalu larut bagi kami untuk pulang ke rumah tanpa dimarahi. Jadilah kami tidak pulang sekalian. Saya pernah naik bis dari Bogor dan tertidur di bis, kemudian baru terbangun saat bis memasuki terminal Cileungsi, padahal tujuan saya adalah Jakarta. Saya pernah heboh bersama seorang teman saat naik bis Jakarta-Bogor, karena di sebelah kami duduk dua personel Base Jam yang saat itu sedang top-top nya. Pernah juga saya bertemu dengan seorang exhibitionist di dalam bis di atas jalan tol jagorawi. Huekss...

Banyak juga terdapat episode saya menyetir mobil sendiri sambil menangis sepanjang jalan tol jagorawi saat saya sedang down atau bila saya berselisih paham dengan teman istimewa. Atau episode dimana saya dan sahabat-sahabat saya berkendara sambil bernyanyi keras-keras sepanjang jalan. Atau episode lain dimana saya ketakutan saat berkendara malam karena sepanjang jalan saya merasa mencium bau wangi bunga yang tidak biasa. Ada juga episode sedih waktu saya melewati jalan tol ini untuk mengantar kepergian orang-orang yang saya sayangi ke tempat lain. Banyak pula sesi curhat dan diskusi antara saya dan sahabat-sahabat saya dilakukan di atas jalan tol jagorawi. Beberapa keputusan besar yang harus saya ambil sepanjang hidup saya, saya ambil setelah melalui proses pemikiran dan perenungan saat berkendara melewati ruas jalan tol jagorawi.

Memang sangat tidak biasa bagi seorang saya to get sentimental, especially over sepenggal jalan. Namun, jalan tol jagorawi memang menyimpan segudang kisah buat saya. Saya menjadi saksi atas perbedaan tarif penggunaan jalan tol jasamarga dulu dan sekarang (meskipun terus naik, tapi saya rela, kok). Sepenggal jalan tol ini juga merupakan saksi atas perjalanan kedewasaan saya. Saya pun berharap jalan tol ini masih akan menjadi saksi bagi episode-episode kehidupan saya di masa datang (*Alert!! Sentimental mood is running high!*) . Saya suka jalan tol jagorawi.
 
posted by FLaW at 1:06 PM | Permalink | 15 comments