.comment-link {margin-left:.6em;}
Friday, October 20

Selamat Idul Fitri 1427 H
Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Bathin


Mohon maaf bila selama ini ada kata-kata yang kurang berkenan. Selamat makan ketupat yaaah....!!

*maaf ya, untuk yang tahun ini tidak bisa makan ketupat. ;)*


Image taken from http://nomadlife.org/
 
posted by FLaW at 1:27 PM | Permalink | 4 comments
Tuesday, October 17
Blue Note
"Blue Note"

by Jonathan (J.P.) Marsch

I am Blue. I don’t garner a great deal of respect. I am the color of melancholy, sadness, and despair. I am the color of emptiness and the color of an abyss.

I wish I had more respect. When someone is depressed and low, that person isn’t brown or gray, they’re "blue". It would make sense to anyone living in Northern climates in January to feel gray, but when you are down and out, you are just "blue."

Labeled as downtrodden and lonely, I’m not even important enough for a stoplight. Other colors seem to have a leg up on me. Red has elements of danger (a bullfighter’s cape, the button to launch a missile, abrupt octagonal signs) and sexuality (seamy Red Light Districts, ravishing formal dresses, and that flushed feeling after the ideal embrace). Orange claims its own citrus fruit and corners the market on blazing sunsets. Green gets to put its arms around all the earth’s plants while also being everyone’s eco-friend. Even Yellow, the color of cowardice, lays claim to the radiant sun, daffodils, and even colby cheese. What about Blue? What do I get? I keep the very unsexy trio of hypothermia, the K-Mart Blue Light Special, and the laughable "Blue Lagoon."

But things are not as dire as the lyrics of my musical genre would lead one to believe. I am worthy enough for many of the world’s flags, and dazzling enough to impress early civilizations through tiles of lapis lazuli. I can also boast my own berry, and possess a delicious premium wheat beer (Blue Moon).

I helped heighten the world of painting and popular culture. Picasso would have been a Spanish also-ran without his "Blue Phase," and Van Gogh’s "Starry Night" would not have been five-star quality without me. I also helped teach millions of 1980s American children the differences of good and evil through my colony of engaging Smurfs.

Lastly, one only has to look up to see my influential grandeur. My skies stave off those dour inklings of depression and provide spectacular views of cities and mountains. When the mundane grays of the heavens are replaced with my powerful hues, I allow the suns rays to help crops to grow, and help you get that tan you need for your wedding or prom. I ebb and flow with the tide, keeping things in perspective while the other primary and secondary colors wash up ashore like stale driftwood. Whatever tragedy or disaster may happen tomorrow, I will bring countless smiles to others who wake up and see my shades of periwinkle and azure when they look skyward.

I am Blue.
 
posted by FLaW at 4:43 PM | Permalink | 1 comments
Monday, October 2
Muka Tebal
Setelah pensiun selama beberapa saat, kemarin ini saya kembali menjadi cewek gatel. 'Ndak tahu lah sebabnya apa. Yang jelas kali ini muka saya yang jadi korban. Kegatelan saya kali ini diiringi dengan kehadiran bentol-bentol merah yg secara gotong royong menutupi permukaan muka saya, menjadikannya terlihat tebal. Menyedihkan memang. Namun, meski berhubungan, inti postingan kali ini tidak hanya pada muka saya yang gatal dan menebal.

Kembalinya saya menjadi cewek gatel diawali pada pagi hari saat saya baru bangun tidur. Merasakan ada yang lain di wajah saya, saya bergegas menuju cermin dan bertanya, "Mirror...mirror on the wall....siapa yang paling cantik sedunia?"..... ups... salah, dan bercermin maksudnya. Setelah melihat kondisi wajah pagi itu, saya dengan kalap segera menenggak dua butir tablet Claritin (sebelum ditanya, "Kok gak puasa sih?", saya jawab dulu bahwa pas banget saya sedang tidak puasa), yang memang setia disamping saya. Tak lama, serangan gatal dan bengkak yang terjadi pun berkurang drastis.

Sampai disini, sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah bagi saya untuk masuk kantor. Paling saya harus tahan malu sedikit karena ketebalan muka saya agak berbeda dari ukuran normal, dan saya tinggal berbekal claritin lagi kalau gatalnya kembali timbul. Tapi saya memutuskan untuk take advantage dari kondisi saya itu. Saya malah menelfon atasan saya dan memberitahukan bahwa hari itu saya tidak bisa masuk kantor karena alergi saya kumat. Tak lupa saya sampaikan bahwa saya akan pergi ke dokter sebentar, tapi sisa hari akan saya habiskan dirumah untuk beristirahat, namun saya akan stand by terus, sehingga kalau ada apa-apa di kantor saya bisa dihubungi dirumah. Satu niat yang mulia dari seorang pegawai malas yang ingin tetap kelihatan produktif. Hehehe...

Waktu pun bergulir di pagi itu. Ternyata hari itu dokter kulit langganan saya sedang libur, jadi rencana saya ke dokter tidak bisa dilaksanakan. Si mbak di rumah menghampiri saya dengan pemberitahuan bahwa pagi itu akan diadakan penyemprotan nyamuk demam berdarah masal di kompleks saya. Membayangkan bau semprotan saja sudah membuat saya mual, sehingga akhirnya saya memutuskan untuk segera mandi dan minggat dari rumah. Just in time, karena begitu membuka pagar rumah, sudah tampak satu pasukan petugas berseragam menggunakan masker yang memanggul container berisi obat, dan membawa semprotan berukuran jumbo di ujung jalan rumah saya. Huaaaaa....... Saya langsung membayangkan pasukan tadi, dengan weapon-like semprotan di tangan, mendekati rumah saya dalam slow motion dengan iringan lagu "Who ya gonna call?", yang disetel keras, sementara saya dan tetangga-tetangga saya berdiri di pinggir jalan mengelu-ngelukan kedatangan mereka sambil berteriak, "Ghostbusters!" . Halah..... kebanyakan nonton film..... oke, back to the story.....

Tidak tahu harus kemana, saya pun menuju kediaman adik saya di daerah Kelapa Gading. Niat saya masih mulia, yaitu untuk menumpang mengistirahatkan muka saya. Ternyata, adik saya sudah punya rencana untuk bertemu seseorang di Pondok Indah Mall. Tidak mau ditinggal sendirian dirumahnya, akhirnya saya memutuskan untuk menemani adik saya pergi. Saya pikir, yah...tidak apa-apalah saya jalan-jalan sedikit, anggap saja ini libur in disguise. Jadilah kami meluncur ke Pondok Indah. Setiba di mall, orang yang ditunggu adik saya belum datang, sehingga kami memutuskan untuk masuk ke satu toko buku di mall tersebut.

Sampai saat itu, hidup saya masih damai sentosa. Saat sibuk melihat-lihat buku, mata saya menangkap sesosok anak kecil yang menarik perhatian saya. Saya coba perhatikan dia lebih teliti karena he looks very familiar. Anak kecil ini melihat saya yang sedang memperhatikannya, lalu dia tersenyum, dan saat itulah saya tersadar. Mata saya membesar dan tangan saya naik menutupi mulut saya yang hampir menjerit, "Huaaa..... itu kan Beno, anak bos gue.....!!". Gawaat...gawaaat....

Sambil celingak-celinguk, saya hampiri anak kecil ini dan bertanya dengan harap-harap cemas. "Ben....beno... kok kamu ada disini. Sama siapa?". Beno hanya tersenyum malu-malu sambil memainkan mobil-mobilan yang dipegangnya. Saya ulang kembali pertanyaan saya, dan tiba-tiba, dari belakang saya terdengar suara, "Loh, fit.... kamu kok gak di kantor?".

Dengan berat hati saya membalikkan badan untuk menghadapi istri dari atasan saya. Hiks..... Tidak tahu harus berkata apa, saya berikan senyum kecut saya yang terbaik untuk ibu bos ini dan berkata........eng..ing..eng...: "Eh, mbak.... iya nih, mbak.... eh, eh... mbak... liat deh muka saya jadi begini."

Heh?? Surely, I could have come up with a better answer, tapi kok saat itu yang kepikiran adalah memamerkan wajah tebal saya yang sedang dilanda kegatelan. Saya sedikit mengharapkan ada sedikit 'pengertian' dari ibu bos ini, tapi yang saya dapat adalah ekspresi bengong dan bingung dari beliau, meskipun akhirnya dia bertanya, "Kok mukanya jadi begitu, fit?".

Percakapan-percakapan yang terjadi selanjutnya saya tidak begitu ingat. Yang saya tahu saya dilanda rasa tertangkap basah, rasa malu, dan rasa bersalah yang dalam sehingga saya tidak tahu lagi harus berkata apa. Saya membayangkan ibu bos ini akan bercerita ke suaminya bahwa dia bertemu saya, dan bos saya akan heran kenapa saya berada di mall padahal saya sudah berkata bahwa saya akan beristirahat di rumah. Hehehe..... ke-gap, ih.....

Lebih malunya, keesokan harinya adalah acara berbuka bersama di kantor, dan si ibu bos datang lagi. Dengan santainya dia bercerita di depan khalayak ramai, "Iya nih, kemarin saya ketemu fitri di mall. Ternyata kemarin itu kamu bolos ya, fit. Wah, ketahuan deh. Katanya sakit. Makanya, fit, kalo bolos, jangan main ke daerah yang ramai", yang tentu saja langsung disambut dengan tawa histeris dari teman-teman kantor saya, termasuk atasan saya. Saya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengaktifkan muka-tebal-mode saya, sambil nyengir lebar.

Mekipun malu (serta dengan muka masih tebal dan gatal), saya belajar sesuatu yang berharga dari kejadian ini. Nasehat bijak dari sang ibu bos saya pikir adalah sangat benar, sehingga saya lekatkan kuat-kuat di kepala saya, agar kejadian serupa tidak terulang lagi di kemudian hari. Kalau bolos kerja, janganlah main ke daerah yang ramai!

Note:
Muka saya sudah berkurang kegatelannya sekarang, meskipun ketebalannya masih di atas normal sedikit. So, you can no longer call me cewek gatel, now. Yippiii!!...
 
posted by FLaW at 12:13 PM | Permalink | 5 comments